Senin, 05 Agustus 2019

Sebenarnya Scarlet Witch Bisa Kalahkan Thanos

Reality News - Presiden Marvel Studios, Kevin Feige mengungkap bahwa ia percaya Scarlet Witch mampu mengalahkan Thanos di Avengers: Endgame.
Saat pertempuran menegangkan di Avengers: EndgameScarlet Witch/Wanda Maximoff sempat berhadapan dengan Thanos dan membuat Mad Titan tersebut kewalahan, sebelum kemudian ia memerintahkan kepada pasukannya menembakkan senjatanya, memaksa Wanda untuk melepas Thanos.
Semenjak adegan itu muncul, di kalangan penggemar terjadi perdebatan mengenai hasil akhir dari pertarungan tersebut, seandainya Thanos tidak mengeluarkan perintah itu.
Menanggapi perdebatan tersebut, Kevin Feige baru-baru ini mengatakan bahwa ia percaya Thanos akan kalah jika Scarlet Witch, diperankan oleh Elizabeth Olsen tersebut, tidak dipaksa untuk mundur.
“Wanda Maximoff, orang yang mungkin paling mendekati kekuatan yang terkuat – aku berpendapat dia akan mengalahkan Thanos jika ia tidak memanggil pasukannya,” Jawab Feige seperti yang dilansir Heroic Hollywood.
Scarlet Witch memang dianggap sebagai sosok Avengers terkuat yang bisa mengalahkan Thanos. Aksinya saat berhadapan dengan Thanos memang sedikit banyak membuktikan bahwa ia bisa untuk mengalahkan penjahat super itu. Seperti apa aksinya ? Berikut dapat disaksikan kembali dalam video di bawah ini :


Sumber : Akurat.co

Ditanya Soal Ketakutan Terlihat Tua, Rossa: Kalau Gak Mau Tua, Ya Mati Muda

Reality News - Diva pop Indonesia, Sri Rossa Roslaina Handiyani atau biasa dikenal sebagai Rossa mengaku tak takut terlihat tua meski sekarang usianya sudah menginjak kepala empat.
"Tua itu kan udah natural ya. Kalau misal gak mau tua ya harus mau mati muda. Jadi  ya harus mau tua," katanya saat ditemui di kawasan Wijaya, Jakarta Selatan, Jumat (2/8).
Ocha, sapaan akrab Rossa, mengaku senang ketika kondisi fisiknya mendapat pujian di usianya yang dapat dikatakan tak lagi muda.
"Aku seneng banget dibilang kayak 'ih Teh Ocha makin tua kok malah tambah cantik' daripada dibilang 'udah tua nya jelong (jelek) ya' itu sedih banget," imbuhnya.
Sementara itu, diketahui penyanyi yang namanya mencuat setelah meluncurkan lagu 'Tegar' juga bersyukur sudah diberikan julukan Diva. Menurutnya lagu tersebut membuatnya merasa lebih matang.
"Bisa jadi lagu 'Tegar' itu yang membuat aku merasa lebih matang ya. Artinya lebih matang dalam karir. Alhamdulillah rejekinya lagu Tegar ciptaannya teh Melly, musiknya mas Anto, justru lagu yang sesimpel itu ternyata membuat karirku se-lama itu," jelasnya. []

Sumber : Akurat.co

5 Jenis Lapar yang Gagalkan Dietmu

Reality News - Menjalankan Diet memang bukan perkara mudah bagi kebanyakan orang, salah satunya perihal menahan Lapar. Baru saja Makan, sudah Lapar lagi. Penting diketahui, penelitian terbaru menemukan tujuh jenis kelaparan yang dapat membuat Anda gagal menurunkan Berat Badan.
Penulis Mindful Eating: A Guide to Rediscovering a Healthy and Joyful Relationship with Food, Jan Chozen Bays, mengatakan, ketika indera manusia diaktifkan oleh Makanan, tubuh merespons untuk memasukkan Makanan ke dalam Mulut meski kita tidak Lapar.
Dilansir AkuratHealth dari Leaf Nutrisystem, berikut ini adalah kelaparan yang muncul sebagai sensasi pikiran, bahkan emosi dalam tubuh dan hati. Dimana rasa Lapar tersebut bukan sebuah kebutuhan, tapi hanya sebuah keinginan.
Kelaparan Mata
Mata kita memiliki kekuatan untuk meyakinkan pikiran untuk mengabaikan sinyal dari perut dan tubuh. Jan Chozen Bays mengatakan, orang umumnya memutuskan berapa banyak Makanan yang akan mereka Makan berdasarkan umpan balik dari Mata.
Bays menunjukan pada sebuah penelitian, yang dijelaskan dalam buku Brian Wansink, Mindless Eating: Why We Eat More Than We Think. Ketika seseorang diberi popcorn ukuran besar, dipastikan ia akan 21 kali lebih banyak Makan, dan 173 kalori lebih banyak masuk daripada orang-orang yang diberi popcorn berukuran sedang.
Cara mengatasinya:
Ketika Anda tergoda rasa Lapar karena penglihatan, cobalah beri "Makan" pada Mata Lapar Anda dengan sesuatu yang menarik atau indah seperti lukisan, daun di pohon di luar, dan hal yang indah lainnya. Setelahnya, Anda mungkin akan terkejut mendapati "rasa Lapar" Anda sudah mereda.
Lapar hidung
Indera penciuman dan otak saling berhubungan. Bays mengatakan, hidung kita selalu memburu. Itu sebabnya ketika dikelilingi oleh Makanan di tempat-tempat seperti restoran atau di rumah, otak terus-menerus diyakinkan untuk Makan.
Cara mengatasinya:
Bays mengatakan, cobalah sebelum Makan, bawa piring Anda ke hidung Anda dan tarik napas dalam-dalam. Cobalah untuk mencium sebanyak mungkin bahan Makanan dalam Makanan Anda. Saat Anda Makan, terus waspada dengan aroma (atau rasa).
Lapar Mulut
Rasa Lapar Mulut adalah keinginan Mulut untuk sensasi yang menyenangkan, kata Bays. Kesenangan ditentukan oleh genetika, budaya dan kondisi. Beberapa orang menyukai Makanan panas; yang lain tidak. Beberapa suka ketumbar, sementara yang lain tidak tahan. Mulut menginginkan variasi rasa dan tekstur. Itulah mengapa produsen Makanan ringan begitu sukses jika semakin kompleks rasanya, semakin bahagia Mulut kita.
Cara mengatasinya:
Lain kali jika Anda mendapatkan kudapan, coba tanyakan pada Mulut apa yang diinginkan. Apakah sesuatu yang asin, manis, renyah, atau lembut. Sebelum Anda Makan, berhentilah sejenak untuk menilai rasa Lapar Anda. Selama "Makan," berhenti sejenak untuk melihat apakah Mulut Anda puas. Apakah Anda perlu terus Makan?
Lapar perut
Percaya atau tidak, perut tidak memberi tahu kita saat Lapar. Kita memberi tahu perut kapan harus Lapar. Ketika kita Makan tiga kali sehari, perut kita akan menggeram jika tidak diberi Makan sesuai jadwal. Penting untuk mendengarkan ketika seluruh tubuh benar-benar Lapar dan tidak Makan hanya karena itu adalah "waktu" untuk Makan.
Selanjutnya, kita juga harus belajar untuk membedakan antara rasa Lapar yang sebenarnya dan perasaan yang membingungkan seperti gastroesophageal reflux (mulas) dan kecemasan. Seringkali, kita Makan untuk memadamkan perasaan tidak nyaman ini dan itu hanya memperburuk masalah.
Cara mengatasinya :
Waspadai bagaimana perut Anda terasa di siang hari. Apa sinyal kelaparan? Bagaimana perasaan perut saat kenyang? Ketika Anda merasa Lapar, tunda Makan sehingga Anda dapat benar-benar menilai apakah Anda Lapar atau hanya karena Anda berurusan dengan masalah lain seperti Stres atau kebosanan.
Mind hunger
Kelaparan pikiran dipengaruhi oleh apa yang didengar, dibaca, dan dilihat. Baya mengatakan, pikiran akan berpikir bahwa tubuh bekerjasama dan Makan sempurna jika itu bisa membuat kita mendapat informasi tentang kebenaran, fakta-fakta nutrisi ilmiah.
Dalam penelitian Mindless Eating yang lain, orang-orang dimasukkan ke dalam ruangan dengan semua Makanan yang bisa mereka Makan, selama dua jam. Subjek yang kelebihan Berat Badan Makan lebih sering berdasarkan apa yang pikiran mereka katakan tentang waktu Makan. Subjek dengan berat normal lebih jarang Makan, dengan mengandalkan isyarat Lapar internal.
Cara mengatasinya:
Sadarilah apa yang dikatakan pikiran tentang kelaparan pada siang hari. Apakah kelaparan 'baik' atau “buruk?” Kelaparan pikiran sulit untuk dipenuhi karena kita terus-menerus mengubah pikiran kita.[]

Sumber : Akurat.co

PLN Bisa Dipidanakan Karena Listrik Padam Terlalu Lama

Reality News - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Dr. Trubus Rahadiansyah menilai Direktur PLN bisa saja dipidanakan oleh publik karena tidak bisa mengantisipasi pemadaman listrik yang terjadi pada Minggu (4/8/2019) hingga (5/8/2019).
Menurut dia, ada beberapa perusahaan industri yang merugi hingga miliaran rupiah akibat pemadaman listrik terlalu lama. Selain itu, di perguruan tinggi juga terkena dampak tidak nayamannya proses belajar mengajar.
"Harus bisa dong (Dipidanakan) PLN nya," ujar dia kepada AKURAT.CO Senin (5/8/2019).
Ia pun menilai, sejumlah gedung dan perusahaan yang terkena dampak pemadaman listrik tidak semuanya kuat menggunakan alat bantu Genset untuk menghidupkan aliran listrik.
"Saya saja di Trisakti ini naik ke lantai 7 pakai tangga. Karena gensetnya ga kuat juga," ungkap dia.
Ia berharap, permasalahan ini bisa segera terselesaikan dan ada tanggungjawab dari pihak PLN untuk publik yang merasa dirugikan.
"Jangan hanya minta maaf tapi ada ganti rugi," tutup dia.[]


Sumber : Akurat.co

Pemindahan Ibukota: Perspektif Lain

Reality News - Presiden Joko Widodo sudah mengambil keputusan. Memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke salah satu daerah di Kalimantan. Tim pengkaji di bawah koordinasi Bappenas telah dibentuk dan konon sudah mulai bekerja. Proses pemindahan ibukota membutuhkan anggaran kurang lebih 500 triliun rupiah.
Pertanyaannya, mengapa harus memindah ibukota negara? Problem apa sesungguhnya yang ada di Jakarta yang membuatnya tak layak dan tak memadai lagi menjadi ibukota negara?
Seperti sudah banyak diketahui bahwa keinginan memindah ibukota bukan gagasan baru. Ia sudah ada sejak zaman Bung Karno, dan gagasan itu datang dari Semaun tokoh utama Partai Komunis Indonesia (PKI). Semaun sekaligus mengusulkan kepada Bung Karno agar Kalimantan sebagai lokasi ibukota yang baru.
Namun, Bung Karno tidak merealisasikan gagasan itu. Bisa saja beliau menganggap hal itu tidak mendesak. Mungkin ada persoalan bangsa lainnya yang lebih membutuhkan perhatian untuk harus segera ditangani ketimbang memindah ibukota negara.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono wacana soal pemindahan ibukota sempat muncul menjadi perbincangan, namun kemudian tidak ada kelanjutannya. Lalu, di era Presiden Jokowi, wacana itu tiba-tiba muncul di tengah-tengah musim pemilu. Rupanya serius, Presiden Jokowi sendiri bertandang ke Kalimantan “men-survei” beberapa rencana lokasi. “Saya sudah dapat feeling”, begitu yang dikatakan sebagai kesimpulan surveinya.
Pindahkan Kegiatan Investasi
Jika Jakarta dianggap saat ini tidak lagi memadai sebagai ibukota negara, mestinya dikenali betul problem-problem yang tengah melingkupi Kota Jakarta. Setidaknya empat komponen masalah yang membentuk keruwetan dan kompleksitas Kota Jakarta yakni padat, sibuk, macet, dan mahal.
Kenyataan itu terbentuk karena Jakarta menjadi pusat segala-galanya. Kegiatan ekonomi dan invetasi, misalnya, sebagian besar berada di Jakarta. Produksi barang dan jasa mengumpul di Jakarta dan sekitarnya (Bodetabek). Uang beredar pun sebagian besar di Jakarta. Sementara daerah-daerah yang lain hanya berbagi dari persentase yang kecil.
Pusat kegiatan ekonomi dan pusat peredaran uang ibarat gula bagi komunitas-komunitas semut. Semut akan selalu datang dan mencari di manapun gula –yang manis– itu berada. Masyarakat manusia pun demikian, mereka akan selalu mencari, datang, dan menetap di pusat kegiatan ekonomi dan pusat peredaran uang untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Banyak hal rela dipertaruhkan warga untuk dapat menjadi bagian dari pusat kegiatan ekonomi dan peredaran uang itu.
Jika itu masalahnya, maka memindah (fisik) ibukota ke Kalimantan bukanlah jawaban. Bukan pula solusi yang cerdas. Memindah ibukota seperti yang dipikirkan dan sedang didesain pemerintah saat ini selain sangat mahal (secara ekonomi), juga bukanlah perkara yang mendesak untuk dilakukan.
Lalu apa? Yang harus dipindahkan adalah kegiatan-kegiatan ekonomi atau kegiatan-kegiatan investasi. Kegiatan-kegiatan ekonomi dan investasi dibawa dan disebarkan ke daerah-daerah lain di luar Jakarta; ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua, dan lainnya. Jakarta sendiri, stop untuk investasi-investasi baru.
Tentu ada syaratnya, yakni pemerintah wajib membangun infrastruktur dan menyediakan berbagai fasilitas publik di berbagai daerah itu. Bandara, pelabuhan, jalan, jembatan, sarana pendidikan, pusat pelayanan kesehatan, dan pengamanan yang memadai dan mendukung penuh kegiatan ekonomi/investasi wajib disediakan pemerintah.
Selain itu, untuk membuat daya tarik kaum investor menanamkan modalnya di daerah-daerah itu, Pemerintah juga perlu mendesain kebijakan yang memberikan insentif-insentif yang menarik bagi mereka. Bisa dalam bentuk keringanan pajak atau lainnya yang sifatnya saling menguntungkan antara pemerintah dan investor.
Selama ini pemerintah terlalu fokus membangun infrastruktur di Jawa seperti jalan tol yang menghubungkan berbagai daerah dengan Jakarta. Tetapi kegiatan ekonomi tetap berpusat di Jakarta, sementara daerah-daerah lainnya kurang didorong untuk menjadi pusat-pusat pertumbuhan atau pusat-pusat kegiatan ekonomi baru. Akhirnya, orang-orang tetap saja datang dan mengadu nasib di Jakarta. 
Jika pemerintah saat ini tetap bersikeras memindah ibukota negara dari Jakarta ke Kalimantan dengan ongkos yang begitu besar, sementara kondisi keuangan negara serta kondisi ekonomi yang mengkhawatirkan, sama halnya pemerintah memaksakan diri. Ada kehendak membuat sejarah –yakni memindah ibukota–tetapi mengorbankan hal-hal yang lebih utama sekaligus merefleksikan ketidakmampuan pemerintah membaca akar persoalan yang sesungguhnya.
Apa hal-hal yang lebih utama itu? Tidak lain dari memperbaiki ekonomi bangsa yang sedang nyungsep ke titik nadir. Membenahi BUMN-BUMN yang saat ini terancam bangkrut dan menanggung beban utang yang tidak sedikit. Menuntaskan persoalan kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi. Memperbaiki kualitas pendidikan yang masih berantakan. Membenahi layanan kesehatan yang masih sangat semrawut.
Andai misalnya (rencana) ongkos pemindahan ibukota yang kurang lebih 500 triliun rupiah –multi years– itu dialokasikan untuk membangun infrastruktur di berbagai daerah tujuan investasi serta untuk membenahi hal-hal utama yang disebutkan di atas, tentu memberi dampak yang sangat signifikan. Hasilnya lebih nyata sekaligus menjadi upaya menciptakan pemerataan pembangunan.
Tetapi, ngeri juga membayangkan anggaran yang 500 triliun rupiah itu menjadi lahan korupsi para pejabat dan politisi. Anggaran e-KTP yang kurang lebih 5 triliun saja korupsinya hampir 50 persen, apalagi yang 500 triliun. Sayang sekali jika anggaran yang begitu besar akan banyak sekali yang mengalir ke brankas para koruptor. Karena itu, bisa jadi banyak sekali pejabat dan politisi yang mendukung pemindahan ibukota. Itu berarti lahan korupsi sedang menanti.
Pada titik ini, pemerintah lebih dituntut untuk cermat memilah dan memilih mana yang mestinya menjadi prioritas dan mendesak untuk diutamakan. Masalah-masalah bangsa yang jauh lebih mendesak lainnya sedang menganga tak tersentuh dan menanti tindakan nyata pemerintah.
Jika menggunakan perspektif lain, pindah saja atau dorong pemindahan kegiatan investasi di berbagai daerah di luar Jakarta atau lebih luas di luar Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Ketika wilayah-wilayah di luar Jabodetabek berkembang dan menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru, orang-orang juga akan beramai-ramai datang ke sana. Jakartapun bukan lagi satu-satunya yang dibayangkan sebagai arena bagi penghidupan (ekonomi) yang lebih baik.   
Persoalannya, adakah pemerintah –yang sedang berambisi memindah ibukota itu– memberi tempat atau setidaknya membuka diri bagi perspektif lain? Entahlah. Wallahu’alam. []

Sumber : Akurat.co